Aku bukanlah diriku, setidaknya bukan dalam pengertian sebagai "self" yang utuh. Semenjak Foucault mengabarkan pada kita manusia telah mati oleh tanda yang melahirkannya, maka tidak ada "aku", kecuali kemunculan dalam nama; ego, self,agen atau aktor. Tidak lebih dari serpihan-serpihan kata-kata yang dibangun oleh semua mereka yang pernah ada. Singkat kata, aku adalah puing-puing narasi yang dipungut oleh semua kita, termasuk anda yang membaca blog ini. Selamat menikmati.
Friday, June 17, 2011
Praxis Filsafat Cicero
Satu dari sekian banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah mengenai salah seorang konsul imperium Roma, Cicero adalah jawaban dari mengapa Filsafat harus mendunia dan sekaligus menunjukkan politik bukan usaha tanpa cita-cita(filsafat). setidaknya mungkin itu yang bisa ku tangkap dari bait-bait narasi dibawah ini.
"Aku menyangka Lucius malang akan muntah. Dia benar-benar telah menempuh perjalanan jauh dari buku-buku filsafatnya di Roma yang cerah, dan kini mendapati dirinya sedang membaca daftar kematian dengan cahaya lilin remang-remang, 25 meter di bawah tanah yang menetes-netes. Kami menyelesaikan tugas secepatnya, dan tak pernah aku merasa selega itu keluar dari manapun seperti saat aku keluar dari terowongan tambang batu dan kembali bergabung dengan umat manusia di permukaan……
“Berjanjilah padaku”, kata Lucius, setelah beberapa lama, “jika suatu saat nanti kau meraih imperium yang begitu kau dambakan, kau tidak akan memimpin dengan kekejaman dan ketidakadilan seperti ini”
“aku bersumpah” sahut Cicero, “dan jika suatu saat nanti, Lucius terkasih, kau mempertanyakan mengapa orang-orang baik meninggalkan filsafat untuk mencari kekuasaan di dunia nyata, berjanjilah padaku bahwa kau akan selalu mengingat apa yang telah kau saksikan di Tamban Batu di Siracusa.”
Dikutip dari Novel karya Robert Harris,berjudul IMPERIUM, hal: 152
Labels:
Inspirasi Sastra
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment